Penyanyi dangdut Inul Daratista kemunculannya pada saat itu di barengi dengan moment yang sangat pas hingga menjadi fenomenal,
Beberapa seniman sempat mengabadikannya dalam sebuah karya patung.
Kontroversi dengan munculnya hal itu termasuk karya patungnya sempat menjadi imbas salah satu kelompok yang kontra untuk menghilangkan atau sampai sejauh meniadakan patung tersebut.
Beberapa tahun kemudian fenomenologi tersebut seolah seperti angin lalu saja seiring tokoh utama mengalami kemandekan dalam aksi aksi berikutnya ...
Ada pergeseran sikap dan mungkin sampai sejauh pemahaman juga setelah yang bersangkutan mengalami perubahan dalam strata sosialnya. ( Hidup mapan ) 
Jarang sekali di jumpai maupun tidak ada lagi goyang ngebor yang ekspresif seperti dulu lagi.
Seolah seperti timbul sebuah kesadaran bahwasanya apa yang dilakukan sebelumnya seolah olah tidak pantas untuk dilakukan lagi.
Etika, norma , aturan, kepantasan, di jadikan pertimbangan utama untuk tidak melakukan kembali apa yang telah diperbuat sebelumnya.
Karya karyanya menjadi terhenti , tidak ada lagi cetuskan cetuskan baru yang memberikan daya ganggu hingga publik di paksa untuk melakukan sebuah perenungan.
Inipun tidak hanya terjadi pada Inul Daratista saja , mungkin seniman seniman yang lainpun mengambil pilihan dan keputusan yang sama juga.
Seolah olah kemapanan menyadarkan seseorang menjadi alergi dengan apa apa saja yang dilakukan sebelumnya.
Dominasi etika, aturan , kepantasan, sama dengan yang lain (umum), membatasi ruang ruang gerak ber ekspresi dalam kekaryaan berikutnya.
Akhirnya timbul sebuah pertanyaan :
1. Adakah Seniman yang ber etika
2. Adakah Seniman yang sekaligus menyandang atribut asas kepantasan secara umum ?
3. Mungkinkah , aturan, norma , asas kepantasan menjadikan seorang seniman itu akan tumbang dengan kekaryaannya ataupun karyanya hanya bersifat wajar dan umum saja ?
4. Atau memang seorang seniman di takdirkan untuk selalu menentang arus beda dengan yang lain karena memiliki tugas dan misi untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk sebuah kepentingan perkembangan ?
5. Apakah seniman adalah orang yang benar benar gila atas pengkaryaannya tanpa memperdulikan yang lain dan berani menanggung total segala konsekwensinya ?
6. Atau istilah kata Seniman itu gak penting yang terpenting bagaimana kita bisa mengkondisikan bisa bertahan untuk hidup ?
a. Seniman yang sopan , beretika , dan sadar
Seniman yang sadar sesadar sadarnya mengantisipasi kemungkinan kemungkinan yang terjadi dan bagaimana penyikapannya bahkan sampai sejauh dan berani menghapus kegiatan berkesenian pun sekalipun.
b. Seniman yang tidak terbatasi etika dan aturan yang baku 
Hadir dengan sendirinya, mengalir dengan sendirinya , seolah ekstase karena di ciptakan memang benar benar gila atas pengkaryaan dan segala konsekwensinya.
a. Seniman yang sopan , beretika teratur dan sadar di tuntut untuk bisa memilah , kapan untuk diri kita sendiri dan kapan juga untuk diluar diri kita ( termasuk untuk keluarga dan lingkungan sekitarnya ) sejauh itu masih tidak terlalu radikal berseberangannya.
Masih dalam konteks wilayah kreasi seni.
Namun demikian tidak sedikit juga yang mengambil garis keras dan radikal untuk menyeberang keluar dari konteksnya dan berusaha untuk menguburnya.
Seniman juga manusia yang berkesempatan juga mengatur dirinya menjadi manusia yang tidak hanya sekedar bisa mempertahankan hidupnya , tapi bagaimana bisa mengelola sedemikian rupa menjadi sesuatu yang ideal dari kreasi kreasinya.
Sedikit dari uraian yang tertera di atas seputar seni dan pelakunya coba kita tarik pada ranah berkesenian yang ada di tingkat daerah, yang mau tidak mau selain dari pelaku maupun senimannya itu sendiri , banyak faktor yang mempengaruhi hingga perjalanan berkesenian di daerah bisa tetap bisa hidup. Salah satunya adalah ruang ruang yang dijadikan tempat untuk memperkenalkan karya,mengemas, menyimpan dan meng arsipkannya.
Untuk wilayah daerah atau lokal , idealnya keberadaan galeri disertai juga dengan berdirinya art shop art shop penunjang ( toko seni/ tempat belanja karya seni ) ada korelasi antara galeri dan art shop itu sendiri, mengantisipasi bagaimana sebuah karya yang di pamerkan pada galeri setelah selesai tidak trus berhenti selesai juga. Ada rangkaian kesinambungan aktifiti dari karya yang sebelumnya ada pada galeri, setelah selesai pameran masih bisa ditelusuri dan di promosikan pada art shop . Selain pengelolaan menejemen yang melibatkan unsur digital.
Vareasi jenis karya lebih di perluas aplikasinya. dan sedikit mendobrak benteng keterikatan kemurnian yang terpaku dan terbatasi pada minim pengkhususan satu medium saja 
Gaya lukisan si A tidak serta Merta terbatasi hanya ruang lingkup media kanvas saja mungkin bisa diaplikasikan pada media yang lain, bisa ke meja , kursi, kaos, sawal bantal ,tas ataupun yang lain. Tanpa menggeser dan mengganggu gaya pengkaryaan dari pada senimannya. 
Pintar pintarnya pelaku seni mengukur kemampuan dan mengetahui kapasitas pribadi dan sadar akan lingkungan sekitarnya masing masing. 
Mau tidak mau letak geografis , lingkungan sekitarnya, dan kondisional kadang memaksa kita hanya bisa terdiam dan melakukan seperti apa kebiasaannya, 
Tapi lupa bagaimana letak geografis, lingkungan sekitar, dan kondisional bisa di antisipasi dan dikelola sedemikian secara maksimal. Tentunya disesuaikan dengan konteksnya.
Lain daerah lain cara , lain pula pemolaannya.
Nah ini PR kita bersama yang mau mengerjakan PR,. bagaimana pola yang sesuai dan bisa di terapkan untuk berkesenian yang ada di daerah bisa terpecahkan.
Yang jelas peluang itu sangat terbuka lebar cuma kadang kita tidak fokus, kurang jeli dan kurang bijaksana pada konteks dan permasalahan yang ada di daerah ..
meskipun di daerah tidak kalah juga potensinya dengan arus yang ada di muara dalam kaitannya aktifitas berkesenian.
Salam salam salam
Foto: 
Pembukaan Pameran senirupa " Gliyak - Gliyak" dari komunitas Muda Ponorogo kemarin.
Lokasi : Galeri Palone Ponorogo
05022020